Benarkah Cokelat Dubai Halal? Ini Analisis Titik Kritis Kehalalannya

Cokelat Dubai dan Titik Kritis Kehalalannya Cokelat Dubai tengah menjadi tren di kalangan pecinta makanan manis, terutama generasi muda berusia 15–40 tahun yang tak ingin ketinggalan tren (FOMO). Namun, di balik popularitasnya, muncul pertanyaan penting: apakah cokelat Dubai benar-benar halal? Artikel ini akan membahas secara mendalam titik kritis kehalalan cokelat Dubai.

Mengenal Cokelat Dubai dan Tren Konsumsinya

Cokelat Dubai dikenal sebagai produk premium yang diimpor dari Uni Emirat Arab. Cokelat Dubai pertama kali dibuat oleh Fix Dessert Chocolatier pada akhir tahun 2023. Semakin naiknya trend cokelat Dubai, muncul merek-merek seperti Forrey & Galland atau Al Nassma yang juga menjadi populer karena rasa cokelat Dubai eksklusif dan kemasannya yang mewah. 

Meningkatnya e-commerce dan tren TikTok, cokelat Dubai menjadi buah bibir di Indonesia. Dalam trend Tiktok yang sedang berlangsung, cokelat Dubai memiliki beberapa komposisi umum yang membuat banyak pengusaha lokal, konten kreator, bahkan ibu rumah tangga yang berantusias membuat cokelat Dubai. Komposisi ini meliputi:

  • Cokelat hitam

  • Kunafa

  • Isian pistachio

  • Kreasi lain yang dikembangkan seperti memadukan dengan cokelat stroberi

Coklat Dubai benarkah halal?
Coklat Dubai yang sempat viral di Indonesia

Cokelat Dubai dan Titik Kritis Kehalalannya berdasarkan komposisi:

Cokelat Dubai, meskipun terkenal karena kualitas dan kelezatannya, belum tentu aman dari sudut pandang kehalalan. Penentuan halal tidak cukup dari label atau negara asalnya, melainkan harus ditelusuri hingga ke komposisi bahan. Dalam sertifikasi halal, setiap bahan yang digunakan memiliki titik kritis, yaitu potensi mengandung unsur haram, najis, atau syubhat. Berikut adalah analisis titik kritis pada beberapa bahan umum dalam cokelat Dubai:

1. Cokelat (Cocoa Mass & Cocoa Butter)

Cokelat terbuat dari biji kakao yang secara zat adalah halal. Namun titik kritis kehalalan muncul dari proses fermentasi dan pengolahan, terutama jika menggunakan bahan bantu seperti enzim hewani. Misalnya, sebagian pabrik menggunakan enzim lipase dari babi untuk mengubah tekstur lemak kakao. 

2. Gula (Sugar)

Gula secara umum halal, baik berasal dari tebu, bit, atau kelapa. Namun, titik kritis muncul jika proses pemutihannya menggunakan karbon aktif dari tulang hewan yang tidak halal. Beberapa industri menggunakan bone char (arang tulang) sebagai agen pemurni gula. Jika tulang tersebut berasal dari hewan yang tidak disembelih sesuai syariat, maka gula yang dihasilkan dapat dikategorikan syubhat.

3. Emulsifier

Emulsifier seperti lesitin (E322), mono-digliserida (E471), dan turunan lainnya dapat berasal dari lemak nabati seperti kedelai, atau dari lemak hewani. Apabila sumber hewani tersebut berasal dari babi, atau dari hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam, maka status emulsifier tersebut menjadi haram.

4. Fortifikasi (Vitamin dan Mineral Tambahan)

Beberapa cokelat modern, termasuk cokelat Dubai, difortifikasi dengan vitamin seperti B12, kalsium, zat besi, atau omega-3. Titik kritis muncul ketika sumber vitamin tersebut berasal dari hewan (seperti vitamin D dari lanolin domba) atau ikan. Bila hewan tersebut tidak disembelih sesuai syariat atau proses ekstraksinya melibatkan alkohol, maka bahan tersebut bisa menjadi haram atau syubhat. Vitamin sintetis pun perlu diteliti pelarut dan bahan pembawanya.

5. Penggunaan Pengawet

Bahan pengawet digunakan dalam pembuatan cokelat Dubai untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas produk.  Beberapa pengawet sintetis, seperti sorbates dan benzoates, umumnya halal dan diterima dalam produk cokelat. Namun, titik kritis muncul jika bahan pengawet tersebut mengandung alkohol sebagai pelarut atau proses produksinya melibatkan unsur haram.

Baca juga: Definisi Halal Haram dan Contoh Menurut Islam

Tips Mengkonsumsi Cokelat Dubai Halal

Cokelat Dubai memang menggoda dari segi rasa dan kemasan, namun tidak semua produk dijamin halal. Sebagai konsumen Muslim, penting untuk lebih teliti dalam memilih agar tidak mengonsumsi bahan yang meragukan atau bahkan haram. Berikut beberapa tips praktis yang bisa Anda ikuti:

  • Cek logo halal resmi, seperti dari BPJPH (Halal Indonesia) atau lembaga halal luar negeri yang diakui.

  • Periksa komposisi bahan, hindari produk dengan emulsifier, pengawet, atau perisa tanpa kejelasan asal.

  • Pastikan sumber lemak atau mentega jelas, pilih yang berasal dari tumbuhan.

  • Hindari produk yang mengandung alkohol, baik sebagai bahan utama maupun pelarut.

  • Beli dari distributor tepercaya, terutama yang mengutamakan produk halal.

  • Telusuri informasi produk secara online, terutama jika tidak ada label halal di kemasan

Kesimpulan
 
Cokelat Dubai umumnya menggunakan bahan dasar yang halal seperti kakao, gula, dan susu. Namun, titik kritis kehalalan muncul dari bahan tambahan seperti emulsifier, mentega, pengawet, dan zat fortifikasi, yang bisa berasal dari sumber hewani atau melibatkan proses tidak sesuai syariat. Selain itu cokelat dan gula yang berasal dari hewani namun tidak sesuai syariat islam juga harus diperhatikan. – Cokelat Dubai dan Titik Kritis Kehalalannya

 

Tanpa sertifikasi halal resmi, status kehalalannya tidak bisa dipastikan. Oleh karena itu, pelaku usaha dan importir perlu melakukan verifikasi menyeluruh.  terutama dengan adanya bahan-bahan kritis. Untuk pelaku usaha, jangan ragu mengurus sertifikasi halal, PT MIFA Solusi Kreatif siap membantu Anda dalam proses sertifikasi halal dengan layanan yang profesional dan terpercaya.