Apa Itu Daftar Bahan Tidak Kritis (Halal Positive List)?

Bahan tidak kritis (Halal Positive List) merupakan daftar bahan yang tidak wajib dilengkapi dengan sertifikat halal dalam proses sertifikasi halal suatu produk. Dalam konteks Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), bahan merupakan unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk yang dipersyaratkan dalam SJPH. Oleh karena itu, memahami jenis bahan yang digunakan menjadi sangat penting bagi pelaku usaha yang ingin mendapatkan sertifikasi halal.

Kategori bahan dalam SJPH dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. Bahan kritis, yaitu bahan yang wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung kehalalan seperti sertifikat halal, hasil audit, atau pernyataan halal dari pemasok.
  2. Bahan tidak kritis (Halal Positive List), yaitu bahan yang dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal. Dalam penerapannya, bahan ini tidak perlu dilengkapi dengan dokumen pendukung kehalalan bahan.

Referensi daftar lengkap bahan tidak kritis dapat ditemukan dalam:

Kedua dokumen tersebut menjadi acuan resmi dalam menentukan bahan-bahan apa saja yang termasuk dalam kategori ini.

Baca juga: Alur proses mendapatkan sertifikat halal

Contoh Bahan Tidak Kritis

Berikut adalah beberapa contoh Halal Positive List yang umum digunakan dalam industri makanan, minuman, kosmetik, dan farmasi:

  1. Bahan dari tumbuhan tanpa pengolahan kimia
    Bahan yang berasal dari tumbuhan atau tanaman yang digunakan dalam bentuk segar atau hanya diolah secara fisik, tanpa penambahan bahan penolong, bahan tambahan, atau bahan lain.
    Contoh: buah segar, sayuran segar, minyak atsiri, dan serelia.

  2. Bahan dari hewan non sembelihan tanpa pengolahan tambahan
    Bahan ini berasal dari hewan yang tidak disembelih (karena memang tidak disyaratkan) dan tidak mengalami pengolahan kimiawi.
    Contoh: susu segar, telur segar, serta ikan laut, tawar, atau payau yang segar, dikeringkan, dibekukan, atau diasinkan.

    Ikan segar bahan tidak kritis halal positive list
    Ikan segar merupakan bahan tidak kritis (halal positive list) yang dapat langsung digunakan tanpa diperlukan dokumen pendukung bahan.
  3. Produk fermentasi mikroba alami
    Produk fermentasi yang diperoleh dari proses mikrobiologi tanpa tambahan bahan lain.
    Contoh: tape, oncom, dadih, dan tempe.

  4. Air alami
    Air yang diambil langsung dari sumber alami seperti mata air atau air tanah tanpa bahan tambahan apapun.

  5. Bahan olahan tidak berisiko mengandung atau terkontaminasi bahan tidak halal
    Bahan yang sudah melalui proses pengolahan namun tidak memiliki risiko kontaminasi dengan unsur haram.
    Contoh: kapas murni, polimer berbasis selulosa maupun sintetik, dan selulosa.

  6. Bahan kimia yang tidak tergolong berbahaya dan tidak mengandung bahan haram
    Jenis bahan kimia yang secara umum aman digunakan serta tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan prinsip halal.
    Contoh: bentonit, zeolit, batu bara, batu kapur.

  7. Bahan kimia hasil sintesis anorganik dan organik
    Senyawa sintetis yang digunakan dalam industri kimia, farmasi, atau kosmetik dan tidak berasal dari bahan haram.
    Contoh: benzil alkohol, ibuprofen, indomethasin, kalium klorida, ethyl acetate.

    bahan kimia tidak kritis halal positive list
    Terdapat ribuan bahan kimia yang masuk kategori tidak kritis (halal positive list) yang dapat langsung digunakan oleh pelaku usaha

Mengapa Halal Positive List Penting?

Dengan mengetahui bahan mana saja yang tergolong bahan tidak kritis (Halal Positive List), pelaku usaha dapat:

  • Mempercepat proses sertifikasi halal, karena tidak perlu mengumpulkan dokumen halal untuk bahan-bahan tersebut.
  • Mengurangi beban administratif, terutama bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
  • Menghindari kesalahan dalam klasifikasi bahan, yang bisa berdampak pada hasil audit halal.

Baca juga: Pengertian Halal Dedicated Facility

Penutup

Memahami klasifikasi bahan dalam proses sertifikasi halal sangatlah penting. Daftar bahan tidak kritis (Halal Positive List) memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk fokus pada bahan-bahan yang benar-benar membutuhkan verifikasi kehalalan. Oleh karena itu, pastikan Anda selalu merujuk pada regulasi terbaru seperti KMA No. 1360 Tahun 2021 atau SK Positive List LPPOM MUI saat menyusun dokumen SJPH Anda.